Vonis Percobaan Syarifah Hayana Direspons JPU dan Kuasa Hukum dengan Banding



BANJARBARU – Proses hukum terhadap Ketua Lembaga Pemantauan Reformasi Indonesia (LPRI) Kalimantan Selatan, Syarifah Hayana, belum berakhir. Meskipun telah divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri (PN) Banjarbaru, baik Jaksa Penuntut Umum (JPU) maupun tim penasihat hukum terdakwa sama-sama mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Banjarmasin.

Majelis Hakim PN Banjarbaru dalam sidang pada Selasa (17/6/2025) menjatuhkan vonis pidana penjara 1 tahun dan denda Rp 36 juta subsidair 1 bulan kurungan. Namun, hakim memutuskan bahwa pidana penjara tersebut tidak perlu dijalani, kecuali jika dalam masa percobaan 2 tahun terdakwa kembali melakukan tindak pidana.

Putusan ini menuai reaksi dari JPU Kejaksaan Negeri Banjarbaru yang sejak awal menuntut hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp 40 juta subsidair 6 bulan kurungan. Kasi Pidum Kejari Banjarbaru, Ganesh Adi Kusuma, menyatakan bahwa pihaknya secara resmi telah mengajukan banding.

“Kami banding. Berkas sudah dimasukkan ke Pengadilan Tinggi,” kata Ganesh saat dikonfirmasi pada Selasa (24/6/2025).

Tak hanya JPU, kuasa hukum Syarifah Hayana, M. Pazri, juga mengambil langkah serupa. Ia mengungkapkan, berkas banding telah diajukan pada Jumat (20/6/2025), atau tiga hari setelah putusan dibacakan.

“Kami juga sama-sama banding. Kami berharap pembelaan kami dikabulkan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi,” ujar Pazri.

Menurutnya, kliennya menjalankan tugas pemantauan sesuai aturan, dan tidak melakukan pelanggaran sebagaimana didakwakan JPU.

“Kami berargumen secara dasar hukum bahwa tidak ada yang dilanggar dalam aktivitas pemantauan,” tegas Pazri.

Diketahui, Syarifah dinyatakan bersalah melanggar Pasal 187D jo Pasal 128 huruf K UU No. 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah. Ia dinilai melakukan kegiatan di luar kewenangan pemantau pemilu saat pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) Banjarbaru 2025.

Penulis:   Putri Farahdiba